Wajo - Proyek Penambahan Ruang atau Renovasi Puskesmas Penrang senilai Rp. 3.363.252.000,- milik Satuan Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Wajo, yang di laksanakan noleh CV. Pilar Cipta Konstruksi Tahun Anggaran 2024 diduga terjadi Penggelembungan harga satuan bangunan/m2.
Ketidakcermatan dalam menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS), menurut Iwan, salah satu penggiat anti korupsi, diduga menjadi penyebab terjadinya Mark up yang berdasarkan perhitungan beserta timnya mencapai 40% dari nilai pagu.
“Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) diduga tidak cermat dalam menyusun HPS,”. ujarnya. Sabtu, (14/12/2024).
Selain itu, perhitungan taksasi pembongkaran diduga dilakukan secara tidak profesional berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara.
“Siapa pengelola teknisnya? Pengelola teknis itu bukan tim teknis, jadi jangan disamakan. Ini merupakan salah satu poin penting yang kami masukan dalam laporan,”. ucapnya.
Berdasarkan informasi yang diperoleh timnya, Iwan menambahkan, oknum Konsultan Perencana diduga juga sebagai pihak penyedia jasa dengan meminjam bendera perusahaan untuk digunakan pada kegiatan itu.
"Kami sementara telusuri kebenarannya. Pembuktiannya ke Aparat Penegak Hukum (APH) nantinya,". ungkapnya.
Tidak itu saja, CV. Pilar Cipta Konstruksi diduga dalam melaksanakan kegiatan tan
pa menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) bagi para pekerjanya.
"Nampak saat kami turun ke lokasi kegiatan, aturannya jelas, penyedia jasa harus memperlakukan para pekerja secara adil dan layak, dan pengusaha mestinya patuh dengan aturan itu. Bukan hanya dipajang saja,". jelasnya.
Iwan menambahkan, pada Pasal 2 dan Pasal 9 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor : PER.08/MEN/VII/2010 Tentang Alat Pelindung Diri "Pengusaha atau pengurus yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 4, dan Pasal 5 dapat dikenakan sanksi sesuai Undang-undang Nomor 1 Taun 1970".
Minimnya pengawasan dari CV. Ahsan Pratama Consultant selaku konsultan pengawas, adalah bukti tidak profesionalnya penyedia jasa dan konsultan pengawas terhadap kepatuhan keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
"Perusahaan yang lalai menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dapat di kenakan sanksi administrasi, sanksinya diatur dalam pasal 190 UU no 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,". Jelasnya.
Lebih lanjut, PPK, menurut Iwan, seharusnya melakukan pengawasan yang ketat sehingga penyedia jasa yang tidak profesional dapat menerapkan aturan K3 dengan baik dan benar.
“Apalagi waktu pelaksanaan kami duga telah mengalami adendum. Hal kecil saja seperti APD mereka tidak berikan ke pekerja,". tutupnya. (Sy.SH).
COMMENTS